Cerita
Budi Pekerti 130
Guru Juga Adalah Orangtua
Ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar, prestasi saya
tidak terlalu bagus, sudah kelas 4 masih juga maju mundur. Ketika naik ke kelas
5, kebetulan saya ditempatkan di kelas Guru Yao, Mama saya juga mengajar di
sekolah kami, Guru Yao lalu bertanya kepada Mama saya: “Bagaimana cara mendidik
anak ini?” Mama-ku berpikir sejenak lalu berkata: “Anak ini tidak suka belajar,
namun dia sangat mencintai harga dirinya.”
Baik tidak mencintai harga diri sendiri? Tentu saja tidak
baik! Namun kita bisa mengambil keuntungan dari situasi ini. Guru kami
mengangguk-anggukkan kepala begitu mendengarnya: “Oke, saya sudah mengerti.” Pada
hari pembagian struktur kelas, semua murid kelas 4 berkumpul di tengah
lapangan, 12 orang guru berdiri di sisi lapangan, kemudian mulai memanggil nama
murid, dan yang dipanggil pun berlari ke kelompok kelas yang ditunjuk.
Setelah terbagi dengan baik, semua murid kembali ke kelas,
Guru Yao lalu berkata: “Cai Li-xu, kamu dan dua temanmu pergilah ambil sapu.”
Seorang anak SD bisa dipanggil oleh guru tentu sangat gembira, bisa melakukan
sesuatu untuk guru, maka itu lekas pergi mengambil sapu. Selanjutnya guru
berkata lagi: “Cai Li-xu, ajaklah lima temanmu pergi pindahkan buku.”
Kami pun bergegas menyusun rapi buku-buku baru. Setelah
semua tugas persiapan telah kami selesaikan, guru pun berkata: “Mari kita pilih
ketua untuk kelas kita, saya calonkan Cai Li-xu, yang lain juga boleh pilih
calonnya.” Bagaimana dengan hasil pemilihan? Kelompok kelas yang baru saja
dibentuk, teman sekelas yang dikenal hanya ada 3-4 orang, dan yang didengar
oleh semua teman sekelas adalah nama Cai Li-xu, maka itu dengan demikian lancarnya
saya pun menjadi ketua kelas.
Di mata seorang anak SD, ketua kelas adalah murid dengan
karakter dan prestasi belajar yang baik, maka itu nilai saya tidak boleh jelek,
jika tidak saya akan kehilangan muka. Dengan mudah dan tanpa banyak usaha, guru
tidak perlu mengajari saya bagaimana harus berusaha, sejak saat itu, nama saya
tidak pernah melewati peringkat ke-3, saya juga tidak membuat Ayahbunda
khawatir lagi tentang studi saya. Sesungguhnya, mendidik anak dapat disesuaikan
dengan bakatnya, pandai menganalisis dan dengan cara yang bijak demi keberhasilan
si murid.
Kemudian saya berhasil lulus sebagai guru, sungguh bersukacita,
lalu pulang dan mencari guru SD saya. Saya mengundang guru untuk makan di
restoran vegetarian, oleh karena saya dan Mama juga sering datang ke restoran
ini, maka itu pelayan restoran datang menghampiri dan bertanya: “Maaf, ini
siapa ya?” Saya pun memperkenalkan padanya, ini adalah Guru SD saya. Begitu mendengarnya,
dia merasa sangat salut, sampai saat ini masih menjalin komunikasi dengan guru
SD, makan bersama pula, sudah sangat jarang dijumpai.
Saat itu saya telah belajar Buddha Dharma, saya pun
memberikan buku yang berisi ceramah Master Chin Kung, yang berjudul “Mengenal
Ajaran Buddha” dan “Trisarana/Tiga Perlindungan” kepada guru. Beliau sangat
bersukacita menerimanya, lalu berkata: “Mulai hari ini, apakah saya harus
memanggilmu Shixiong?” Saya berkata pada guru: “Sehari berguru padanya, seumur
hidup menganggapnya sebagai ayah, guru tetap adalah guru.” Di dalam lubuk hati
dapat merasakan bahwa jalinan jodoh antara guru dan murid adalah kebahagiaan
terbesar dalam hidup manusia.
Saya berdiskusi bersama guru tentang pengalaman mengajar,
guru juga memperkenalkan begitu banyak kebijaksanaannya yang berharga kepada
saya. Kemudian saya pergi ke Haikou guna menyebarluaskan budaya warisan leluhur
Tionghoa, setelah melewati satu kurun waktu, saya pun menelepon guru,
memberitahukan tentang kondisi pekerjaan saya di Tiongkok kepada beliau. Usai
bercerita, guru terus tertawa di telepon, beliau berkata: “Sungguh senang
memiliki murid sepertimu.”
Dari sini saya menyadari bahwa hanya ada dua jenis orang
yang tidak akan pernah iri terhadap keberhasilanmu, yang pertama adalah
Ayahbunda, dan yang kedua adalah guru. Sesungguhnya, kita juga tidak mempunyai
dukungan materi yang baik untuk guru, pemberian terbaik untuk guru adalah
‘bertumpu pada apa yang diajarkan dan menerapkannya’, supaya ajaran guru dapat
bersemi di dalam sanubari kita, guna memberi manfaat bagi keluarga, masyarakat
dan negara.
Dikutip dari: Ebook “Cerita Budi Pekerti”
(Kompilasi Seputar Kehidupan)
Pembicara: Guru Cai Li-xu
Edisi: Tahun 2008
【生活集锦】
一日为师 终生为父
我在小学的时候,成绩不是很好,读了四年都是进进退退。升五年级的时候,刚好分配到姚老师那一班,我的母亲也在我们学校任教,老师就问我妈妈:「如何教导这个孩子?」妈妈想了一下说:「这个孩子不爱念书,但是很爱面子。」爱面子好不好?不好!但是可以因势利导。我们老师一听就点点头:「好,我知道了。」编班那一天,所有的四年级学生都在操场中间,十二位老师站在操场旁边,然后开始念同学的名字,学生就跑到那一班。
整好队伍以后,回到教室,姚老师就说:「蔡礼旭,你跟两个同学一起去拿扫把。」小学生被老师叫到都很高兴,可以为老师服务,就赶快跑去拿扫把回来。接下来老师又说:「蔡礼旭,带五个同学去搬书。」我们又赶快去领新书。所有这些前置作业都完成了,老师就说:「我们来选班长,我提名蔡礼旭,其他的你们提名。」选举结果如何?新编的班级,认识的同学只有三、四人而已,而大家耳朵里听到的就是蔡礼旭,所以我就这样顺利当上班长。
班长在小学生的心目中,是品学兼优的好学生,所以我的成绩就不能不好,不然面子挂不住。老师不费吹灰之力,没有教我如何用功,从此以后,我的名次就没有再落到第三名以外,我再也没有为了学业而令父母担心。确实,教导孩子可以因材施教,善于观察,用善巧的方法去成就学生。
后来我考上了教师也很欢喜,又回去找我的小学老师。我请老师在素食馆里吃饭,因为我也常跟母亲去这一家用餐,所以服务员走过来问:「请问这一位是?」我就跟他介绍,这是我的小学老师。他一听很羡慕,小学老师现在还有联系,还一起吃饭,很少见。那时我已经听闻佛法,我就把《认识佛教》、《三皈依》这些老和尚的教诲送给老师。他拿了很欢喜,就对我说:「从今天起,我是不是要叫你师兄?」我跟老师说:「一日为师,终身为父,老师就是老师。」内心感受到师生之间的缘分,是人生很高的享受。
我还跟老师就教学经验做探讨,老师也把他很多宝贵的智慧介绍给我。后来我到海口去发展中国文化,过一段时间之后,就打电话给老师,跟他报告学生在大陆做事的情况。讲完以后,老师在电话里一直在笑,他说:「有你这样的学生真高兴。」从中我体会到,只有两种人绝对不会嫉妒你的成就,一是父母,二是师长。其实我们对于师长,在物质上也没有什么好的供养,最好的供养就是立身行道,让师长的教诲在我们心上开花结果,利益家庭、社会、国家。
【德育故事 ~ 小故事 真智慧】
~蔡礼旭老师 讲述~