Cerita Budi Pekerti 111
Tidak Ada Anak Yang Tidak Bisa Dididik
Ketika saya mengajar, bertemu dengan seorang murid yang
perilakunya sedikit menyimpang, pernah suatu kali dia tertangkap karena mencuri
uang gurunya. Oleh karena ingin memberi sedikit pembelajaran untuk anak ini,
maka kami mengundang seorang petugas polisi untuk menginterogasinya, agar dia
tahu bahwa kesalahannya sangat serius.
Setelah proses interogasi selesai, anak inipun duduk di tangga,
terlihat begitu frustasi. Kebetulan sedang tidak ada jadwal mengajar, saya
berjalan menghampiri dan dari balik punggungnya, saya juga bisa merasakan suasana
hatinya, lalu saya duduk di sampingnya. Ketika suasana hati seseorang sangat
tidak baik, kita tidak boleh duluan mengajaknya berbicara ‘saat orang lain
sedang tidak tentram hatinya janganlah bicara sembarangan dihadapannya’, tunggu
sampai dia ingin berbicara kepada anda, maka dengan sendirinya dia akan
mengutarakannya keluar.
Sekitar 1-2 menit berlalu, murid ini berkata pada saya:
“Guru, saya ingin mati saja.” Sebagai guru kita mesti tenang, anak ini bilang
dia ingin mati, kita tidak boleh kaget lalu berteriak, harus mencari tahu apa
yang menyebabkan anak ini berpikir demikian. Saya juga dengan tenang bertanya
padanya: “Mengapa kamu ingin mati?” Dia bilang: “Guru, tidak ada seorang pun
yang menyukaiku.” Ketika seseorang tidak memperoleh perhatian dan kasih sayang
dari orang lain, hatinya akan terasa sangat hampa dan tidak tenang.
Lalu saya menghiburnya dan berkata: “Apakah guru kelas
tambahan akan membencimu?” Oleh karena di sekolah kami ada seorang guru yang
mengkhawatirkannya, mendengar itu dia hanya terdiam. Saya lanjut berkata: “Apakah
Guru Cai akan membencimu?” Dia menggelengkan kepalanya dan berkata: “Tidak
akan!” Setelah menenangkan emosinya, selanjutnya saya membimbing anak ini untuk
berpikir lebih panjang, dengan menemukan penyebabnya barulah dapat
menyelesaikan masalah.
Saya berkata padanya: “Mengapa orang lain sangat membenci
dan tidak menyukaimu? Apa alasannya?” Dia bilang: “Guru, saya memukul dan
memarahi orang.” Saya bilang: “Kalau begitu ke depannya kamu jangan memukul dan
jangan memarahi orang, maka mereka tidak akan membencimu.” Anak ini mengerutkan
keningnya dan berkata: “Guru, saya benar-benar ingin mengubah tabiat saya,
namun tidak sanggup mengubahnya!” Sungguh terharu mendengar seorang anak murid
mau menceritakan pergolakan yang terjadi di hatinya.
Maka itu, mengapa pendidikan etika moral mesti ditanamkan
sejak anak masih berusia dini, oleh karena setelah dewasa terlalu sulit
mengubah tabiat diri sendiri. Sesungguhnya ketika dia menuruti tabiatnya
sendiri, dirinya juga merasa sangat menderita; sekalipun orang dewasa yang
melakukan kejahatan, hatinya juga sangat merana, dia juga berharap orang lain dapat
memaklumi dirinya. Ketika kita dapat merangkulnya dengan sebutir ketulusan hati
yang kita miliki, barulah mampu menyadarkan dan mencerahkannya; ketika tidak
mampu menyadarkannya, kita mesti bertanya kepada diri sendiri, apakah ketulusan
hati kita tidak cukup?
Maka itu, sesungguhnya manusia tidak benar-benar ingin
berbuat jahat, oleh karena kami berjodoh dan bersua, maka haruslah mengerahkan
segenap kemampuan untuk membantunya. Saya membuat janji dengan anak ini,
ambillah sebuah buku, tulislah kebajikan di sisi kiri dan kejahatan di sisi
kanan, setiap hari mesti datang untuk diperlihatkan ke guru, hari ini kebajikan
apa maupun kejahatan apa yang sudah dilakukan, diri sendiri harus jelas. Setiap
hari berharap agar kebajikan diri sendiri bertambah dan kejahatan semakin
berkurang.
Murid ini bilang ingin mengakhiri hidupnya, maka itu saya
sangat waspada, oleh karena akibat dari bunuh diri sangatlah buruk. Kebetulan
saya mempunyai sebuah buku bergambar ‘Ksitigarbha Sutra’, saya berkata padanya:
“Berbuat jahat kelak akan jatuh ke Alam Neraka, seperti apakah hukuman yang
akan dijalani di Alam Neraka.” Anak ini membelalakkan matanya begitu melihat
isi bukunya, kami hanya berharap agar dia mengerti dan segera memutuskan
kejahatan dan memperbanyak kebajikan.
Beberapa hari kemudian, anak ini mondar mandir di depan
kantor guru, meskipun dia tidak bilang mencari saya, namun dari tatapan matanya
saya sudah tahu dia pasti datang mencariku. Maka itu, saya berjalan keluar dan
bertanya padanya: “Apa ada masalah?” Anak ini menutupi tangan kanannya dengan
tangan kirinya, lalu dengan malu-malu dia menarik tangannya, anak ini melukis rupang
Buddha Sakyamuni di lengannya.
Anak ini melukis gambar Buddha juga membutuhkan waktu
yang lama, dan selama jangka waktu ini di hatinya hanya ada niat pikiran apa?
Yakni Buddha Sakyamuni. Seperti apa yang dikatakan sebagai ‘pada dasarnya sifat
manusia adalah baik’, maka dari itu kita mesti mengerahkan segenap kemampuan
untuk membantu mereka.
Dikutip dari: Ebook “Cerita Budi Pekerti”
( Seputar “Pedoman
Mengajar” )
Pembicara: Guru Cai Li-xu
Edisi: Tahun 2008
教化实例 ~ 【教学锦囊篇】
没有教不好的孩子
我在教书的时候,遇到一个学生,他的行为比较偏颇,有一次拿了老师的钱被抓到。因为要给这个孩子一些警觉,所以还请来员警给他录口供,让他知道这个错误太严重。录完以后,这个孩子坐在楼梯口,很落寞的样子。刚好我没有课,走过去看到他的背影,也感受到他的情绪,我就走到他的身旁坐了下来。当一个人情绪很不好的时候,我们不要主动讲话,‘人不安,勿话扰’,等他想跟你讲的时候自然就会讲。坐下来,差不多过了一、二分钟,这个学生就跟我说:‘老师,我很想死。’当老师的要镇定,学生说很想死,你不能喊叫,要把原因找出来。我也很冷静问他:‘你为什么很想死?’他就说:‘老师,都没有人喜欢我。’当一个人得不到任何人的关爱,内心会非常的空虚,非常的不安。
我就进一步安慰他说:‘辅育老师会讨厌你吗?’我们学校有个老师很关心他,他听了以后没说话。接着我就说:‘蔡老师会很讨厌你吗?’他摇摇头说:‘不会!’把他的情绪安抚好了,我进一步引导孩子思考,把原因找出来才能解决问题。我就跟他说:‘别人为什么很讨厌你,不喜欢你,原因在哪里?’他说:‘老师,我都打人、骂人。’我说:‘那你以后就不要打人,不要骂人,人家就不会讨厌你。’这个孩子皱着眉头告诉我,他说:‘老师,我很想改,但是我改不了!’老师听到学生讲出他内心的一种挣扎,真的是非常感慨!
所以,为什么教育要从小扎根,就是因为长大以后想要改变自己的习性,就太难太难了。其实当他在随顺习气的时候,他自己也很痛苦;大人纵使在作恶当中,内心也很痛苦,他也希望别人包容他。当我们有一颗真诚、至诚心包容他的时候,才能够唤醒他的觉悟;当我们不能唤醒对方的时候,要反过头来观照,是不是我们的诚心不足?所以,人确实都不愿意作恶,我们透过彼此的缘分,要尽心尽力帮助对方。我就跟这个学生约好,拿个簿子,左边写善,右边写恶,每天你都到老师这边来,今天做了什么善,做了哪些恶,自己要清楚。每天期许自己,善要增加,恶要减少。
这个同学说要自杀,我就很警觉,因为自杀的后果很不好。我刚好有一本《地藏菩萨本愿经》画册,我就跟他说:‘作恶以后会下地狱,地狱的刑罚是什么样的情况。’这个孩子看到,眼睛瞪得特别大,我们是希望让他了解一定要赶快断恶修善。
过了几天,这个小孩在办公室门口走来走去,虽然他没有开口说要找我,但我从他的举止眼神中知道,他一定是来找我的。所以,我就走出来对他说:‘有什么事吗?’这个学生用他的左手捂住他的右手,然后有一点腼腆的把手拿开,这个孩子在手臂上画了一尊释迦牟尼佛。这个孩子画这尊佛也要画一段时间,而这段时间他的内心只有哪个念头?释迦牟尼佛。所谓是‘人之初,性本善’,因此我们要尽心尽力去帮助他们。
【德育故事 ~ 小故事 真智慧】
~蔡礼旭老师 讲述~