Banyak sekali orang tua murid yang saya temui, mereka semua
berkata: “Anak saya sejak lahir memang tidak punya tata krama dan tidak bisa
menyapa senior.” Perkataan ini masuk akal tidak? Tentu saja tidak masuk akal, melupakan
segenap tanggung jawab mereka sebagai orang tua.
Ada seorang anak yang baru berusia lebih dari dua tahun,
datang ke sekolah kami. Bundanya berkata: “Anak ini tidak bersedia menyapa
guru.” Saya pun berkata padanya: “Jika anda merasa sangatlah penting sedari
kecil anak anda memiliki tata krama, maka hari ini kita berdua harus bekerja
sama, anda pergi ke luar dulu, saya ingin berbincang dengan anak ini sebentar.”
Saya berkata pada anaknya: “Jika hari ini tidak menyapa
guru Cai, maka tidak boleh pulang.” Anak ini mulai meneteskan air mata, saya
segera menyuruh mamanya menjauhi dan jangan sampai terlihat anaknya, si anak
mulai menangis dengan keras. Lalu anak ini saya gendong ke ruang kelas,
pintunya saya kunci, setelah menurunkannya, saya bilang padanya: “Jika hari ini
masih tidak mau menyapa, maka sudah dipastikan kamu tidak boleh pulang.”
Melihatku begitu tegas, semakin nyaring pula tangisannya,
saat seperti ini kita tidak perlu marah padanya, lalu saya duduk: “Ayo!
Menangislah lebih keras, tiada seorang pun akan menolongmu.” Kini dia tidak
hanya menangis, namun juga mulai mengentak-entakkan kakinya ke lantai, kali ini
dengan tangisannya yang menjadi-jadi, dia ingin menyelidiki dan menguji sampai
di mana batas kesabaran kita.
Anak ini mulai membuat kegaduhan, berlarian ke sana
kemari. Tiba-tiba sebuah kalimat meluncur dari mulutnya: “Sampai jumpa guru
Cai!” Waktu itu saya benar-benar ingin tertawa. Namun kita tidak boleh tertawa,
harus bisa serius. Saya bilang padanya: “Lihatlah, menjadi seorang anak yang
patuh sedikit pun tidak rugi, segala sesuatu yang sudah dipelajari harus segera
dilaksanakan, harus menyapa para senior.” Selanjutnya saya menggendong anak ini
keluar, lalu dia pun pulang bersama bundanya.
Kedua kalinya anak ini datang ke sekolah, begitu
melihatku dia langsung menyapaku, kemudian ke manapun saya berjalan, pandangannya
selalu memperhatikan gerak-gerikku. Mengapa budi dan ketegasan harus bisa
sejalan dalam mendidik anak-anak? Kita harus bersikap tegas, barulah anak takkan
membuat masalah dan takkan bersikap arogan.
Dikutip dari: Ebook “Cerita Budi Pekerti”
( Seputar “Belajar
Kesusilaan” )
Pembicara: Guru Cai Li-xu
Edisi: Tahun 2008
教化实例 ~ 【习礼篇】
老师教礼貌
我遇到很多家长,他们都跟我说:‘我这个孩子天生就没礼貌,天生就不会向长辈问好。’这句话有没有道理?当然没有道理,把家长的责任推得一干二净。
有个孩子才两岁多,到我们的中心来。他的母亲说:‘这个孩子都不跟老师问好。’我就跟家长说:‘假如你觉得孩子从小有礼貌很重要,那今天我们两个配合一下,你就先到外面去,我跟这个孩子沟通一下。’我就对她的孩子说:‘假如今天不跟蔡老师问好,不能回家。’结果他就开始流眼泪,我赶快叫他妈妈离开他的视线,他就开始放声大哭。我立刻把他抱到房间里去,把门关上,然后我把他放下来说:‘今天你如果不问好,决定不能回家。’他看我这样坚定,愈哭声音愈大,这时你不要跟他发脾气,我就找了一张椅子坐下来:‘来!你尽量哭,没有人会帮你。’他开始不只是哭,双脚开始在踏地板,这时是要考验我们的耐性,其实他那种哭闹是在探索你的底限到何处。那个孩子就大哭大闹,还在房间里跑来跑去。突然间就从他的嘴巴里冒出一句话:‘蔡老师再见!’我那时真是快要笑出声来。但这时不能笑出来,要严肃。我告诉他:‘你看,做个听话的孩子,一点都不吃亏,我们所学的东西就要马上做到,要跟长辈问好。’接着我就把这个孩子抱出去,他就跟母亲回去了。
这个孩子第二次再到我们中心来,一看到我就问好,然后走到哪里,眼睛的余光都在看我的态度。为什么教孩子要恩威并济?一定要有威严,孩子才不会造次,才不会目中无人。
【德育故事 ~ 小故事 真智慧】
【讲述 ~ 蔡礼旭老师】